
Oleh: Bachtul
(Tokoh Masyarakat Kabupaten Solok / Mantan Anggota DPRD Sumbar)
YANG terhormat bapak Menteri PU (Pekerjaan Umum) dan bapak Andre Rosiade (Anggota DPR RI).
Di Sirukam Kabupaten Solok ada sebuah irigasi bernama DI (Daerah Irigasi) Banda Laweh. DI Banda Laweh ini bercabang dua. Dua cabang tersebut masing masing dinamai juga dengan “Banda Laweh Kiri” dan “Banda Laweh Kanan”.
Intake-nya berada di Nagari Sirukam, tapi operasionalnya selain mengairi sawah-sawah di Sirukam, juga mengairi sawah sawah di Nagari Supayang, Bukik Tandang, Panyakalan, Gauang dan Saok Laweh, Kabupaten Solok.
Dalam keadaan baik, Irigasi ini dapat mengairi sawah hampir 3000 ha bahkan lebih. Tapi belakangan kemampuan Irigasi ini jauh menyusut, baik karena kerusakan saluran maupun keterbatasan sumber air. Sehingga airnya tidak bisa lagi mengairi sebagian sawah di Nagari Panyakalan apalagi sawah di Nagari Gauang dan Saok Laweh.
Pak Menteri dan pak Andre Rosiade, Irigasi ini awalnya, statusnya adalah Irigasi kewenangan Provinsi Sumbar. Ketika saya dan almarhum Ir Israr Jalinus dulu duduk di DPRD Sumbar dalam rentang waktu 2009-2014 hampir Rp40 Miliar dana dikucurkan dari APBD Sumbar untuk pembangunan maupun perbaikan bagi irigasi Banda Laweh ini, baik melalui skema anggaran tahun tunggal maupun skema anggaran tahun Jamak.
Namun karena keterbatasan keuangan daerah , pada sekitar tahun 2017/2018, ketika Gubernur Sumbar dijabat oleh bapak Prof Irwan Prayitno. DI Banda Laweh diusulkan ke Kementerian PUPR (sekarang Kementerian PU) untuk dipindahkan statusnya menjadi Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah pusat. Prose alih status tersebut telah berjalan sedemikian rupa.
Namun sampai saat ini, berdasar informasi yang saya dapat dari Dinas Sumber Daya Air Provinsi Sumbar beberapa hari lalu, proses alih status tersebut tidak berkejelasan sampai saat ini !!!!
Yang paling celaka adalah akibat proses alih status tersebut, sejak 7 tahun belakangan, DI Banda Laweh tersebut tidak punya status lagi. Karena ketika diusulkan untuk jadi Irigasi Kewenangan Pusat/Nasional. Irigasi tersebut telah dikeluarkan dari Irigasi kewenangan Provinsi.
Sehingga saat ini menjadi kewenangan siapa Irigasi tersebut, tidak seorangpun yang bisa menjawab.
Karena dalam Kepmen PUPR yang menetapkan tentang status suatu irigasi apakah masuk irigasi Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk seluruh Indonesia, menurut informasi Dinas Sumber Daya Air Provinsi Sumbar, nama Irigasi Banda Laweh tidak ditemukan dan entah “dicampakkan” kemana.
Konsekuensi dari tidak jelasnya atau malah tidak adanya status Irigasi Banda Laweh dalam Keputusan Menteri PUPR tentang pembagian kewenangan irigasi di seluruh Indonesia, membuat tingkatan pemerintahan manapun (Nasional, Propinsi, Kabupaten) tidak berani melakukan penganggaran untuk belanja modal/aset untuk perbaikan Irigasi Banda Laweh tersebut.
Karena jika nekad melakukan penganggaran untuk irigasi tersebut tentu akan jadi temuan bagi BPK maupun APH.
Dan urusannya bisa panjang nantinya hehehe…
Jika dikaitkan dengan program unggulan atau program utama Presiden Prabowo, dimana salah satunya menyangkut ketahanan pangan dan swasembada pangan, tercecernya status sebuah Daerah Irigasi (DI) yang mengairi 3000 an Ha sawah lebih dari 7 tahun, tentu merupakan hal yang memiriskan dan kontradiktif .
Bagaimana tidak, miris jika di era computerize dengan teknologi informasi yang pasti canggih di Kementerian PU, sebuah Irigasi besar di Provinsi Sumbar yang terletak di Kabupaten Solok, yang merupakan daerah penghasil beras paling terkenal di seantero Indonesia, bisa hilang begitu saja selama 7 tahun.
Dan bahkan bisa lebih dari 7 tahun jika pak Menteri tidak segera merevisi Peraturan Mentri tentang itu.
Jadi pak Menteri dan pak Andre Rosiade, itulah kenapa saya merasa terpanggil untuk menulis Surat Terbuka ini kepada bapak berdua.
Lalu kalau ada yang bertanya kenapa pula kepada Menteri PU surat terbukanya ??
Karena masalahnya ada di Keputusan Menteri yang dibuat dan dikeluarkan Mentri PU tentang pembagian kewenangan irigasi di Indonesia.
Sementara itu dalam kurun waktu 7 tahun ini Gubernur Kepala Daerah dan dinas terkait sudah berkali kali berkirim surat dan juga lisan menyampaikan masalah irigasi tersebut kepada anak buah pak Menteri seperti Dirjen, Direktur maupun kepala balai.
Kemudian kenapa pula kepada bapak Andre Rosiade surat terbuka ini disampaikan, padahal bapak Andre sendiri bukanlah anggota Komisi V yang membidangi infrastruktur. Padahal ada anggota DPR RI yang duduk di Komisi V berasal dari dapil Sumbar.
Untuk pertanyaan ini jawaban saya adalah :
Pertama adalah karena Kerja bapak Andre Rosiade terbukti nyata dan tidak omon-omon. Lecut tangannya sulit dibantah dan sulit ditandingi yang lain.
Lihat saja keberhasilan membawa program pembangunan Flyover Sitinjau Lawik yang akan segera ground breaking, padahal oleh seorang anggota Komisi V dituduh hoaks dan membohongi rakyatnya.
Kemudian perbaikan permanen jalan Nasional di Air Dingin Kabupaten Solok juga berhasil diperjuangkan untuk segera dieksekusi.
Melihat reputasi tersebut wajarlah kalau saya mengalamatkan Surat Terbuka ini kepada bapak Andre Rosiade di samping ke pak Menteri PU, walaupun pak Andre bukan anggota Komisi V DPR RI.
Kedua, kenapa saya berkirim surat terbuka kepada bapak Andre Rosiade, kenapa tidak berkirim pesan melalui WA atau telpon ?
Saya melakukannya karena sejak pak Andre Rosiade jadi pimpinan Komisi VI DPR RI, pak Andre makin susah untuk membaca dan membalas pesan di WA maupun ditelpon.
Mungkin setelah jadi Wakil Ketua Komisi VI bapak Andre menjadi sangat Sibuk hehehehe…
Atau bisa jadi bapak Andre Rosiade agak malas membaca dan membalas pesan saya di WA karena saya biasa panggil nama saja kepada bapak Andre Rosiade, sehingga pak Andre tak nyaman dengan panggilan tersebut.
Jadi itu salah saya juga pak Menteri, masak ke anggota dewan terhormat panggil nama saja, sementara sebagian yang lain panggil dengan panggilan yang menyanjung sambil sedikit membungkuk hihihihihi.
Tapi dalam surat ini, kesalahan tersebut sudah saya perbaiki, dengan memanggil pak Andre dengan bapak Andre Rosiade.
Maaf sedikit ngelantur, poin kedua ini hanya bumbu atau garam tulisan saja, hehe.
Bapak Menteri dan bapak Andre Rosiade, agar memang nampak kesungguhan jajaran pemerintahan untuk melaksanakan program swasembada pangan yang dicanangkan bapak Presiden Prabowo. Maka saya mewakili masyarakat petani yang bersawah memanfaatkan air dari Irigasi Banda Laweh Sirukam, meminta bapak berdua memasukkan DI Banda Laweh tersebut ke dalam keputusan atau pun peraturan Mentri tentang itu dan menetapkannya sebagai Irigasi yang menjadi kewenangan Nasional dan pemerintah pusat.
Kami tahu bahwa perubahan atau revisi Kepmen tentang status irigasi dilakukan setiap 5 tahun sekali.Namun terkait hilangnya status DI Banda Laweh ini, yang bukan disebabkan oleh kebijakan bapak Menteri PUPR terdahulu apalagi Menteri PU saat ini. Tapi lhal ini lebih disebabkan kealpaan “tukang ketik” Kepmen di Kementerian PU.
Haruskah karena kesalahan “tukang ketik”, irigasi Banda Laweh harus menunggu 3 sampai 5 tahun lagi untuk masuk lagi dalam Kepmen tentang pembagian kewenangan Irigasi???
Saya yakin pak Menteri PU dan dengan dukungan pak Andre Rosiade akan menggunakan diskresinya untuk segera merevisi Kepmen dimaksud dan segera menetapkan Irigasi Banda Laweh sebagai Irigasi kewenangan Nasional. Dan mengobati kelalaian 7 tahun terakhir, saya yakin juga kalau pak Menteri akan juga menurunkan anggaran untuk memperbaiki saluran dan bangunan bendung irigasi tersebut yang rusak.
Terakhir pak Menteri, jangan sampai karena jumlah luasan sawah yang diairi irigasi Banda Laweh ini terganjal jadi Irigasi Nasional.
Karena terasa tidak adil dan tidak proporsional jika disamakan antara Propvinsi dengan Topografi ekstrim, berbukit dan berlembah seperti Sumbar, dengan provinsi yang topografinya yang landai di pulau Jawa.
Terkait syarat luas minimal 3000 ha untuk sawah yang diairi oleh satu Irigasi, hingga bisa ditetapkan jadi Irigasi Nasional atau kewenangan pusat.
Sulit bagi Provinsi Sumbar yang topografinya ekstrem, untuk punya satu daerah persawahan yang terhampar dalam 1 hamparan seluas 3000 ha atau lebih dengan 1 Sumber irigasi. Karena akan selalu dipisahkan oleh lembah dan bukit.
Daerah-daerah dengan topografi ekstrem “terhukum” oleh alam untuk punya suatu hamparan sawah seluas 3000 ha ke atas dengan satu Irigasi. Karena sifat air dengan saluran terbuka tidak memanjat bukit dan menyeberangi lembah.
Jadi pada kesempatan ini saya mengusulkan kepada bapak Menteri dan bapak Andre Rosiade, agar Provinsi atau daerah dengan Topografi ekstrim, pegunungan dan perbukitan diturunkan syaratnya. Sebuah irigasi bisa ditetapkan jadi Irigasi Nasional cukup dengan minimal 1000 ha atau 1500 ha luas cakupan irigasinya .
Demikian Surat Terbuka ini saya sampaikan kepada bapak Menteri dan bapak Andre Rosiade.
Mudah-mudahan Surat Terbuka ini sampai kepada bapak Menteri dan bapak baca serta dapat ditindaklanjuti.
Dan mudah-mudahan pula bapak Andre Rosiade berkenan pula mengirimkan surat terbuka ini ke WA pak Menteri. Karena selama ini surat-surat terbuka yang pernah saya buat ke Menteri dan pejabat lain di Jakarta, pak Andre Rosiade lah yang membantu mengirimkan ke no WA pejabat terkait.
Mohon maaf kalau ada hal yang kurang berkenan pak Menteri dan pak Andre Rosiade.
Padang, Jumat 2 Mei 2025, jam 01.30 Wib