
Oleh: Syafira
PEPATAH petitih merupakan salah satu bentuk sastra lisan Minangkabau yang berbentuk puisi dan berisi kalimat atau ungkapan yang mengandung pengertian yang dalam, luas, tepat, halus dan kiasan.
Menurut dalam kamus besar bahasa Indonesia (KKBI) artinya pepatah petitih adalah berbagai-bagai peribahasa .
Ada pun beberapa macam pepatah petitih Minangkabau tentang kebersamaan yaitu
1. Barayia sawah di ateh, lecah-lecah paku di sawah di ilia (Berair sawah di atas, lecah lecah pakis sawah di hilir)
Maknanya yaitu air sawah yang lebih tinggi biasanya bisa mengalir ke bagian sawah yang lebih rendah. Bila tidak seluruh air yang bisa mengalir ke sawah yang lebih rendah itu, minimal sawah yang di bawah itu sedikit berbiak atau basah.
Lecah-lecah pakis, maksudnya tanah yang lebih rendah mendapat air sedikit sehingga lebih lunak dari biasa.
Pepatah di atas menyiratkan bahwa bila atasan mendapat rezeki, diharapkan bawahan akan kecipratan tambahan rezeki pula.
Itulah kebaikan hidup bersama sehingga rezeki yang diperoleh tetap dibagi sesuai dengan kadarnya.
2. Bareh samo dibali, karak dimakan surang (Beras sama dibeli, kerak dimakan sendiri)
Maknanya yaitu bila beras yang akan dimasak dibeli dengan uang bersama, seharusnya nasi yang masak bersama keraknya dibagi pula secara merata. Tidak hanya seorang saja yang makan nasi atau keraknya, tetapi yang lain juga turut serta.
Pepatah di atas mengiaskan bahwa prinsip kerja sama haruslah sama jujur dan benar, jangan keuntungan hanya dimakan sendiri, sedangkan kesulitan dibagi bersama. Basamo dipaiyokan (kata seorang dibulati, kata bersama di periaykan). Untuk kepentingan bersama haruslah di putuskan dengan musyawarah.
3. Ilia sarangkuah dayuang, mudiak saantak galah (Hilir serangkuh dayung, mudik sehentak galah)
Maknanya yaitu dalam hidup bermasyarakat itu, semua masalah harus dipecahkan bersama. Ketika berlayar, misalnya bila perahu menuju hilir, harus sama-sama pendayung dan bila perahu menyerah ke mudik (menghadap arus air), para anggota kelompok sehentak (sama sama menghentakkan) galah agar perahu dapat bergerak mencapai tujuan.
Pepatah di atas mengiaskan bahwa diperlukan adanya kesatuan pendapat antara pemimpin dan pengikut, dalam mencapai apa yang diinginkan bersama. Sekiranya terjadi perselisihan dan ketidakkompakan, tentu tujuan akan sulit tercapai, pepatah senada maknanya: Saukua mangko manjadi, sesuai mangko takanak (Seukur maka menjadi, sesuai maka terpasang) atau : Tagak samo tinggi, duduak samo randah (Tegak sama tinggi, duduk sama rendah).
4. Duduak surang basampik sampik, duduak banyak balapang-lapang (Duduk seorang bersempit–sempit, duduk bersama berlapang-lapang)
Maknanya yaitu bila duduk sendirian biasanya tempat yang ada terasa lapang dan dia akan terasa lebih sempit bila duduki dengan orang yang lebih banyak. Namun, kalimat di atas menyebutkan terjadinya sesuatu yang terbalik. Di sinilah kehebatan dan keganjilan pola pikir nenek moyang orang Minang masa lalu, yang di maksud duduk di sini adalah bukan duduk fisik, melainkan buah pikiran seseorang, saran atau usul terhadap pemecahan suatu masalah.
Semakin banyak orang yang turut memecahkan suatu masalah, masalah semakin dapat diselesaikan (lapang) dibandingkan bila orang yang memberi saran dikit.
Pepatah di atas menyiratkan sikap yang harus dipahami oleh oleh orang yang suka bersilaturahmi, dengan cara bersama masalah rumit dapat dipecahkan.
5. Elok kato dalam mupakaik, buruak kato dilua mupakaik (Elok kata dalam mufakat, buruk kata di luar mufakat)
Maknanya yaitu dalam musyawarah, biasanya keputusan dilahirkan dengan cara mufakat sehingga tidak ada peserta yang tidak sepakat tentang keputusan yang diambil. Keputusan yang dilahirkan secara bersama jauh lebih baik dan dapat dilaksanakan dibandingkan dengan keputusan yang lahir di luar mufakat.
Pelaksanaan keputusan hasil mufakat itu juga akan lebih mudah dilaksanakan karena semua merasa terikat untuk mengamankan keputusan itu. Pepatah di atas menyiratkan bahwa setiap sesuatu yang hendak dilakukan dalam kerja sama hendaknya di mufakati lebih dahulu, supaya pelaksanaannya lancar.
Hal ini perlu menjadi perhatian seorang pemimpin, bahwa orang akan mudah dipimpin bila mereka diikutsertakan mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
6. Nan kayo tampek batenggang, nan cadiak tampek batanyo (Yang kaya tempat bertenggang, yang cerdik tempat bertanya).
Maknanya yaitu bertenggang, artinya tempat meminta bantuan ketika kekurangan atau kesulitan. Orang yang dapat membantu biasanya adalah orang yang mempunyai kelebihan harta atau kelebihan ilmu dan akal. Dalam kehidupan bersama, saling memberi atau meminjamkan merupakan hal biasa. Orang cerdik tentu memiliki kelebihan nakal dibandingkan dengan orang yang tidak. Kelebihan akal dan ilmunya itu menyebabkan ia seharusnya dapat menjawab pertanyaan orang yang tidak tahu.
Pepatah di atas menyiratkan kepada kita, bila orang yang memiliki kelebihan itu akan menjadi harapan dan tumpuan bagi orang yang berkekurangan. *)
Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Andalas (Unand)