
“Ibunda dan Semesta”: Kumpulan Puisi Pilihan (PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena, Kreator Era AI)
/1/
Ibunda dan Semesta
Oleh: Leni Marlina
(Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA)
Ibunda,
engkau bagaikan nyala doa yang menembus langit,
menggetarkan arasy dengan bisikan tak bertepi,
dari zikir dan sujudmu,
lahir pohon-pohon yang teduh bayangannya,
menautkan aku pada jalan yang takkan luruh oleh pilu dunia.
Ibunda,
engkau laksana hujan rahmat,
turun di atas padang gersang hatiku,
tanganmu melukis sabar
di kanvas luka duniaku,
membimbingku pada lekuk takdir,
yang engkau tundukkan dengan ikhlasmu.
Wajahmu ibarat ayat yang tak tertulis,
menyimpan rahasia cinta yang dicatat malaikat,
aku melihat sinar matamu,
seperti bulan sabit yang menemani malam,
menerangi sunyi dengan nur Ilahi.
Jejakmu, ibunda, adalah sajadah tanpa ujung,
membentang dari waktu ke waktu,
nafasmumu seolah mengetuk pintu surga,
peluhmu melahirkan cahaya jiwa,
engkau tapak perantara
yang menuntunku pada jalan-Nya.
Dan aku,
aku hanyalah titik kecil dalam catatan panjang hidupmu,
tulisan fana yang kau sematkan makna,
denyut jantungmu, ibunda
bagaikan gema dari nama-Nya,
berdenyut mengalirkan cinta menghantarkan aku untuk mengenal-Nya.
Engkau bagaikan jantung semesta,
membawa aku pada cinta-Nya yang tak terbatas,
pada ridha yang kau simpan di ujung pelukan,
dalam peluh dan lelahmu ada surga,
di bawah telapak kakimu ada surga,
pada denyut jantungmu, seolah semesta selalu memanggil namamu,
ibunda.
Monash, Australia, 2012
———————-
Leni Marlina, selain anggota aktif PPIPM-Indonesia dan penulis aktif Satu Pena Sumbar, anggota Kreator Era AI Sumbar, juga merupakan anggota aktif komunitas Penyair dan Penulis ACC Shanghai Huifeng International Literary Association; dan Poetry-Pen International Community. Sejumlah puisinya sudah dipublikasikan dalam bahasa Inggris, dan juga Cina di jurnal puisi ACC Shanghai International Literary Association (ACC SHILA), serta bahasa Mahuri di jurnal puisi Mahuri India.
/2/
Terimalah Buku Ini
(Ibu Rohani Dini)
Oleh: Anto Narasoma
(Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Palembang, Kreator Era AI)
inilah buku, ananda
tak ada uraian kata yang lebih bijak, karena beribu cerita di dalamnya
tak akan menghapus kelahiran kita dari ada sebelum tiada
dalam buku ini,
tak ada keraguan ketika kerinduanku itu menjelma, meski ketinggian kasih sayangku seterjal kepedihan di hati ibunda
namun,
bacalah berkali-kali meskipun kehadiran ibu terhalang jarak setinggi jarum jam yang bertahan di ranting bambu,
ibu tetap akan mengalirkan cerita pada lembaran kisah
jangan sesekali berkhianat kepada waktu
sebab jika kau buang ketetapan hidup ini,
maka angin akan mencambuk kehidupanmu hingga menghapus dari catatan buku ini
andaikan pertemuan ini usai, percikan air akan membasuh jejak kaki setelah bintik-bintik debu kau sapu dari perjalanan masa lalu
Bengkulu, 15 Juli 2019
———————-
Anto Narasoma merupakan penyair nasional, jurnalis/wartawan senior, mentor senior komunitas PPIPM-Indonesia, anggota Poetry-Pen International Community.
Penulis menerima Anugerah Penghargaan Sastra dari Asosiasi Sastra Internasional Spanyol tahun 2022. Sejumlah puisinya sudah dipublikasikan dalam bahasa Inggris.
/3/
Kasih Ibu, Lautan Tak Bertepi
Oleh: Leni Marlina
([Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA)
Ibu,
engkau laksana lautan tak bertepi,
mengandung rahasia Ilahi,
luka yang tersembunyi dalam kedalaman,
tersembunyi di balik gelombang doa yang engkau ucapkan.
Ombakmu adalah ujian yang penuh rahmat,
engkau sembunyikan derita dalam senyuman,
seperti senja yang berdarah,
menyirami dunia dengan kasihmu yang tak terhitung.
Aku, anakmu,
hanyalah perahu yang terombang-ambing,
melayari lautan kasihmu yang tak terukur,
mengayuh doa yang terkadang terhenti,
karena aku tak cukup besar untuk memahami
betapa luasnya pengorbananmu,
engkau bagaikan pelabuhan yang tak tergerus waktu,
tempatku kembali meski angin hidup
menyobek layar hatiku.
Ibu,
engkau adalah rahmat yang tersembunyi dalam sabar,
seperti malam yang menuntun pada fajar,
membimbing anakmu menuju cahaya-Nya,
dalam pelukmu,
engkau menguatkan imanku,
dalam doamu,
aku menemukan kedamaian.
Monash, Australia, 2012
/4/
Mengenangmu
(Bagi Ibu Rohani Din)
Oleh: Anto Narasoma
(Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Palembang, Kreator Era AI)
ibunda,
kubuka lembaran buku
yang kau catat dari kisah ke kisah
karena tak ada momen indah yang luput dari penceritaan sejati; setelah perjumpaan kita usai
dari balik kalimat
yang terucap, penceritaan pada petang hari itu pun memberi jiwa bagiku
tapi kau begitu bijak,
karena dari sejumlah mulut yang mengisahkan fakta, engkaulah wajah pagi setelah matahari itu memancar ke dalam jiwaku, ibunda
tulislah sekali lagi,
agar tiap lembar buku yang kau berikan titik koma ke dalam cerita itu, menjadi puisi kehidupan untuk mengenangmu, ibunda
Bengkulu, 13 Juli 2018
/5/
Panggung Cerita di Bulan Purnama
Oleh: Ramli Djafar
(Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, ACC SHILA)
Malam nan indah
Bertabur cahaya bulan purnama
Angkasa yang terbentang bagaikan panggung cerita
Layar telah terkembang
Episode sajikan ritme kehidupan
Lagu kerinduan merintih di jiwa
Nada-nada cinta mengalirkan cerita
Mengalunkan segala rasa di hati
Kulihat wajah ibuku
Tergambar jelas dalam bayangan bulan purnama
Sosok yang selalu kurindu
Langit membangkitkan cerita lama yang tak pernah usang
Ibu
Rindu hatiku padamu
Namamu ada ditiap doaku
Wajahmu selalu terbayang
Suaramu selalu terngiang
Masa hidupmu telah berlalu
Namun
Tiada pernah hilang dalam ingatan
Waktu merangkak pasti
Berarak menuju ranah pergantian
Perlahan bulan purnama
Meredup diantara kesunyian hati
Menanti
Dan
Menanti fajar menyingsing
Layar cerita telah ditutup
Panggung cerita berangsur senyap
Padang, 23 Januari 2025
———————
Ramli Djafar, selain anggota aktif PPIPM-Indonesia dan penulis aktif Satu Pena Sumbar, anggota Kreator Era AI Sumbar, juga merupakan anggota aktif komunitas Penyair dan Penulis ACC Shanghai Huifeng International Literary Association; dan Poetry-Pen International Community. Sejumlah puisinya sudah dipublikasikan dalam bahasa Inggris, dan juga Cina di jurnal puisi ACC Shanghai International Literary Association (ACC SHILA).
/6/
Ibu, Langit yang Menggendong Malam
Oleh: Leni Marlina
(Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA)
Ibu,
engkau laksana langit yang terbelah,
merentangkan sayap di atas cakrawala yang terluka,
di dalam pelukanmu,
ada samudra yang mengalir,
dari sungai waktu yang terhenti dalam diam,
tanganmu adalah tangan yang mengusap bintang-bintang,
dari wajah langit yang merintih,
engkau adalah misteri, yang tak terungkapkan oleh kata,
sedalam kehampaan malam yang tak tahu siapa dirinya.
Di matamu,
aku melihat dunia yang tenggelam,
galaksi yang tercipta dari air mata yang mengenang di pelupuk mata,
dan di dalam keheninganmu,
aku mendengar bisikan angin,
kata-kata yang disampaikan oleh api yang enggan padam.
Jika malam adalah rahim yang menunggu kelahiran,
engkau adalah fajar yang keluar dari kegelapan,
terang yang menyentuh mereka yang hilang dalam kelam,
senyummu seperti sisa perang memperjuangkan kemanusian,
di mana bulan purnama pernah berlumuran darah,
meninggalkan bekas di atas lautan kehidupan.
Langitmu laksana cermin yang memantulkan, jejak-jejak dunia yang kadang tak berpihak,
lengkung pelangi yang kau bangun pun sering rusak,
oleh badai yang datang dari berbagai arah,
engkau tetap berdiri,
menuntun siang-malamku tanpa mengenal lelah,
melahirkan bintang yang mengajari anakmu,
menemukan cahaya dalam kebuntuan,
Ibu, engkau laksana langit yang mengendong malam,
mengantarkan anakmu istirahat sejenak,
sebelum esok menjemput takdir dan menerima kenyataan.
Monash, Australia, 2012
/7/
Duhai Ummi
Oleh: Yusuf Achmad
(Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran
Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Jatim; Kreator Era AI)
Sudah kuingat ummi tertidur,
di kamarku di Nyamplungan.
Sorot cinta, mata ummi mendesah halus,
“Sayang, merindu.”
“Makanlah, ia sudah siap”. Dibaringkan aku,
lalu bekas itu
terbaca tak lenyap.
Tangan halus dimasuki kain,
membalut
seluruh diri.
Ia sudah jadi.
Bangun, lari,
lalu daki puncak emas merah hati,
atau puncak duri bergerigi, seperti burung yang terbang bebas
di langit.
Hilangkan rasa dahaga, kemudian warna-warni pelangi di hujan
gerimis sendiri,
meski ummi ingin menjadi, dann tak tahu itu
kapan terjadi.
Kelak aku pasti menjemput,
ummi yang pulang duluan, aku
adalah bayi di pelukan ummi waktu itu. Meninggalkan bayi,
ummi berkata,
“Sudah jadi.”
Meski sudah jadi atau masih satu
lagi.
Doaku untukmu sebagai bayi akan terus membumi, duhai
ummi rinduku mengalir deras hingga kini.
Surabaya, 23 Januari 2023
———————-
Yusuf Achmad saat ini merupakan Kepala SMK SAINTREN Al-Hasan Surabaya; dan Ketua MKKS SMK Swasta Surabaya. Penulis juga dikenal dengan sejumlah buku himpunan puisinya, salah satunya berjudul “Belanggur di Nyamplungan”.
/8/
Rumah Cahaya Ibu
Oleh: Leni Marlina
(Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA)
Ibu,
engkau adalah rumah yang tak pernah selesai dibangun,
dari napas ke napas, dari luka ke doa,
tiang-tiangmu ditanam dalam sabar
dan ditinggikan dengan ikhlas yang diam-diam.
Dinding-dindingmu tak terbuat dari bata,
melainkan dari tulang-tulang pengorbanan
yang menopang langit kecil di dadamu.
Atapmu bukan genting,
melainkan sulur zikir
yang memayungi hujan takdir,
melindungi aku dari badai yang tak kulihat.
Aku melihat retak di wajahmu, ibu—
bukan sebagai cela,
tapi peta ilahi yang menuntun langkahku
menuju tempat di mana kasih abadi bersemayam.
Setiap garis itu adalah surat cinta Tuhan,
ditulis dengan air mata dan cahaya pagi.
Engkau bukan hanya rumah, ibu.
Engkau adalah semesta kecil
di mana doa-doa terhimpun
seperti sungai yang mengalir ke samudra keberkahan.
Di sana, aku adalah perahu kecil
yang terapung-apung di dadamu,
tak pernah hilang arah meski angin mencabik layar hidupku.
Dan ketika engkau berserah, ibu,
menjadi satu dengan tanah yang kau cintai,
rumah yang kau bangun tetap hidup.
Ia berdiri dalam sujudku,
menggema dalam setiap asma Tuhan yang kusebut,
menjadi cahaya yang takkan pernah padam.
Monash, Australia, 2012
—————————
Kedua puisi (no. 1, 3, 5, 7, dan no. 8) yang ditulis oleh Leni Marlina tahun 2012 di atas, pertama kalinya dipublikasikan melalui media digital tahun 2025.
Leni Marlina merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat sejak berdiri tahun 2022. Selain itu, ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair dan Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Leni pernah terlibat dalam Victoria’s Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Leni juga mendirikan dan memimpin komunitas digital / kegiatan lainnya yang berfokus pada bahasa, sastra, literasi, dan sosial, di antaranya:
1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1
2. Poetry-Pen International Community
3. PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat), the Poetry Community of Indonesian Society’s Inspirations: https://shorturl.at/2eTSB; https://shorturl.at/tHjRI
4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia):
https://rb.gy/5c1b02
5. Linguistic Talk Community
6. Literature Talk Community
7. Translation Practice Community
8. English Languange Learning, Literacy, Literary Community (EL4C)