
PADANG, forumsumbar ––Merantau bagi sukubangsa Minangkabau adalah sebuah tradisi. Bagi laki-laki Minangkabau, ada pepatah yang mengatakan; “marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun”.
Bagi penyair Abrar Yusra (alm), dalam puisi “Jika Perantau Singgah di Lepau”, tersirat bahwa sebagai perantau, ia sudah menjelajahi rantau demi rantau untuk mencari kehidupan. Dan, “tak ada rantau yang terlalu menarik kecuali rantau yang belum dikunjungi”.
Pada puisi babak duanya, Abrar menyiratkan adanya rantau yang lain. Yakni; maut, atau kematian.
Berikut puisi Abrar yang berjudul “Jika Perantau Singgah di Lepau” yang dibuatnya pada tahun 1985;
Jika Perantau Singgah di Lepau (1)
Oleh: Abrar Yusra
Dan pagi sampai senja sampai malam
rantau demi rantau kujelajahi. Kujelajahi
rantau demi rantau
Lapar mengenyangkan perutku!
Rindu mengenyangkan cintaku!
Dan impian mengenyangkan deritaku!
Kukenal laparmu. Dan rindumu. Dan impianmu!
Kita semua, kau aku dan dia bukan orang lain
Kita semua perantau juga. Tak ada orang lain
kecuali nama lain yang tak amat berbeda
Kita memang
dari Adam dan Hawa semua. Tercampak
di rantau ini. Di bumi yang satu!
Segala jalan
adalah jalanku juga. Segala tempat
adalah tempatku pula. Segala rumah
adalah rumahku. Dan segala lepau
Sebab aku perantau maka yakinlah aku
tak ada rantau yang terlalu menarik kecuali rantau
yang belum dikunjungi!
Jika Perantau Singgah di Lepau (2)
Kukenal baik rantau demi rantau
juga wajah-wajah maut yang berpapasan
sepanjang jalan. Dan jika suatu saat
maut berkhianat dan menghabisi riwayat
di tepi jalan, yah, tibalah saat
masing-masing memasuki rantau yang lain
tanpa kaki. Tak seorangpun tahu apa terjadi
di sana. Siap-siaplah saja. Tanya dan jawab sendiri nanti
Sebab mereka yang masuk lebih dulu
tak pernah kembali. Agaknya takkan pernah kembali!
6 Agustus 1985
Sumber: Horison (Juni, 1987)

Sekilas Abrar Yusra
Abrar Yusra dikenal sebagai wartawan, penyair, novelis dan penulis biografi Indonesia asal Ranah Minang, yang lahir di Lawang Matur, Kabupaten Agam, 28 Maret 1943.
Selama hidupnya, Abrar Yusra banyak menulis buku biografi para tokoh Indonesia seperti Selo Soemardjan, Azwar Anas, Amir Hamzah, AA Navis, serta biografi Hoegeng yang ia tulis bersama Ramadhan KH.
Abrar Yusra pernah menjadi guru di sekolah INS Kayutanam Kabupaten Padang Pariaman, dan sebelum menjadi penulis biografi, Abrar Yusra dikenal sebagai wartawan.
Sebagai wartawan ia pernah jadi manajer editor selama 9 tahun di Harian Singgalang, Redaktur Pelaksana (Redpel) Harian Singgalang pada 1985-1986, dan pernah juga di Harian Haluan, serta menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1991-1993.
Kumpulan sajak karya Abrar Yusra di antaranya; Ke Rumah-Rumah Kekasih (1975), Siul (1975), Aku Menyusuri Sungai Waktu (1976), dan Jalan-Jalan.
Ia juga menulis novel berjudul Negeri Tanpa Bedil (2001) dan Tanah Ombak (2002), serta menulis cerita anak-anak yang salah satunya berjudul Anak Gerilya (1996).
Novelnya yang berjudul Tanah Ombak meraih penghargaan Hadiah Sastra Mastera (Masyarakat Sastra Asia Tenggara) kategori Karya Kreatif di Kuala Lumpur, Malaysia, pada tahun 2003.
Biografi yang ditulis Abrar Yusra bersama Ramadhan KH di antaranya Hugeng Polisi Idaman dan Kenyataan (Sinar Harapan, 1995), Komat-Kamit Selo Soemardjan (Gramedia: 1995), Satiris dan Suara Kritis dari Daerah (biografi AA Navis, Gramedia: 1994).
Pada saat peringatan 50 tahun kematian Amir Hamzah, Abrar Yusra menyusun biografi Amir Hamzah berjudul “Amir Hamzah–Biografi seorang Penyair” yang dibacakan olehnya pada 20 Maret 1996 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Abrar Yusra juga menulis cerita pendek (cerpen) dengan judul Syorga (Horison No. 7/VIII 1973).
Beberapa judul sajak yang ditulisnya antara lain sebagai berikut;
Aku pun Orang yang Datang Kemudian (Horison No. 6/V 1970)
Siul (Horison No. 6/V 1970)
Kita Berpisah. Tinggallah (Basis No. 10/XXI 1972)
Lagi Angin Merintih (Basis No. 10/XXI 1972)
Tiada yang Kembali. Manusia hanya Meninggalkan Jejak (Basis No. 10/XXI 1972)
Manusia Senantiasa Pergi (Basis No. 10/XXI 1972)
Tapi Terdampar Sepi di Tempat ini (Basis No. 12/XXI 1972)
Padang! Hallo, Padang! (Horison No. 2/VIII 1975)
Abrar Yusra meninggal dunia pada 28 Agustus 2015 setelah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bogor karena penyakit stroke.
Ia meninggalkan 3 orang putra, 1 putri, dan 5 cucu. Jenazahnya dimakamkan di Lawang, Kabupaten Agam, Sumbar.
(Tan)