
Ketika waktu berdetak
Oleh: Patria Subuh
Waktu berdetak
menikam jejak musim kemarau
pada suatu sore bulan Juli
yang panas dan gerah
Angin sepoi-sepoi bertiup lemah gemulai
membelai ranting-ranting
pohon randu yang tumbuh di halaman
depan rumah
Hujan rintik-rintik kemudian hinggap melantunkan lagu rindu dendam yang
tak juga terobati sejak
kau pergi begitu saja meninggalkan
eksistensi diri
menuju ruang batin lain
dan tak pernah lagi ingat
untuk kembali menjalin
untaian kisah syahdu
seperti waktu dulu lagi.
Bunyi air hujan masih gemerisik
memainkan simfoni penuh harapan
tak kesampaian pada
rasa yang tercecer
di kamar tidur sempit yang lembab, berdebu
dan jarang dipakai
sejak kau tinggalkan
Belitan rindu memanjangkan angan
sampai tak berdaya,
lumpuhkan logika
kesadaran pada kenyataan
bahwa sesungguhnya
hubungan antara kita hanyalah
harapan semu
sekadar pelepas dahaga
Pelepas haus tak terkira
Tak saling menghargai,
hanya saling menghujat
juga saling memaki
dengan perasaan hambar
yang semakin dalam menjerat
melecehkan
naluri manusiawi
Padang, 31 Juli 2024
Catatan;
Patria Subuh merupakan seorang ASN/PNS di Pemkab Kabupaten Limapuluh Kota yang punya perhatian terhadap permasalahan politik, ekonomi, sosial dan budaya (poleksosbud).
Tamatan Teknik Sipil ITB Bandung kelahiran Padang pada tahun 1967 ini juga sering menulis mengenai masalah kesehatan, dan juga puisi.