
Oleh: Irdam bin Imran
(Pengamat Sosial dan Politik)
KETIKA negara berada di tepi chaos akibat ulah demonstran yang anarkis, publik menoleh pada para pakar hukum konstitusi. Mereka diharapkan tampil ke depan, memberi arah, dan menjadi penyejuk. Namun, yang terdengar justru senyap. Suara mereka tenggelam di antara hiruk pikuk demonstrasi dan bisingnya media sosial.
Apakah para pakar ini terlalu asyik dengan ruang akademik? Ataukah lebih sibuk membuat konten untuk dunia maya, ketimbang memberi panduan moral dan konstitusional bagi bangsa yang sedang diuji?
Padahal, konstitusi bukan hanya teks beku yang dihafal dalam seminar atau perkuliahan. Ia adalah pagar bangsa, benteng terakhir agar negara tidak terperosok ke jurang kekacauan. Di saat krisis, pakar hukum konstitusi seharusnya hadir sebagai penuntun: menjelaskan batas antara hak menyampaikan pendapat dan larangan bertindak anarkis; membedakan kritik dengan perusakan; serta menegaskan kembali bahwa demokrasi tak boleh keluar dari jalur konstitusi.
Diamnya para pakar di saat genting adalah cermin ujian amanah. Ilmu dalam Islam bukan sekadar untuk diri sendiri, melainkan untuk menjaga maslahat umat. Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka Allah akan mengekangnya dengan kekang dari api neraka pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud).
Rumi pernah menasihatkan, “Diam itu emas, kecuali ketika kebenaran diinjak-injak. Saat itu, diam justru menjadi karat yang mencoreng jiwa.” Maka, seorang alim atau pakar yang memilih diam di kala bangsa di ujung jurang, sesungguhnya sedang meletakkan beban berat di pundaknya sendiri.
Ketika publik kehilangan arah, suara pakar seharusnya menjadi kompas. Jika mereka bungkam, bangsa ini hanya akan diombang-ambingkan oleh opini viral dan narasi provokatif. Maka, pertanyaannya: apakah kita sedang kekurangan pakar yang berani bersuara, atau para pakar itu sendiri yang lebih tergoda pada panggung konten dibandingkan panggung konstitusi?
Doa Penutup
Allahumma ya Rabbul ‘ilmi wal huda… Bimbinglah para pakar, ulama, dan cendekiawan negeri ini agar senantiasa jujur dalam ilmunya, berani menyampaikan kebenaran, dan tidak tergoda oleh popularitas serta panggung dunia. Jadikan lidah mereka lentur untuk membela keadilan, hati mereka ikhlas untuk menjaga konstitusi, dan pikiran mereka jernih untuk menuntun umat.
Ya Allah… jangan biarkan mereka terdiam ketika kebenaran diinjak-injak, jangan biarkan mereka tersesat oleh gemerlap dunia maya, tapi jadikanlah mereka cahaya penerang di tengah gelapnya fitnah.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin. *)
Penulis: Irdam bin Imran
Lelaki Kelahiran Kaki Bukit Kurao – Kamang Mudiak – Agam, Indonesia
3 September 2025