forumsumbar.com // KETIKA mendengar nama Blaster, pastilah mereka yang remaja di tahun 80-an di Kota Padang mengingat sebuah klub motor yang ada pada saat itu. Ya Blaster, merupakan klub motor legendaris Kota Padang. Sampai saat ini masih eksis, walau banyak pengurus dan anggotanya yang sudah dimakan usia.
Dari laman official resmi Blaster di fesbuk, diceritakan bagaimana sejarah awal terbentuknya Blaster. Dimana bermula dari berkumpulnya anak muda yang bersekokah di SMP 2 Padang di tahun 1982, dan setelah itu bergabung juga dari SMP 3, SMP 7 Padang, SMP Adabiah dan bertambah dengan bermacam anak muda lainnya dari bermacam sekolah di Kota Padang.
Walau masih SMP dan “bau kencur”, tapi banyak anak muda yang tergabung di Blaster sudah bisa mengendarai motor, bahkan banyak yang sudah punya motor sendiri. Dari kumpul-kumpul sesama “anak motor” itulah cikal bakal sejarah Blaster bermula, yakni dari dunia otomotif, khususnya sepeda motor.
Kesamaan hobi yang suka balapan di jalan raya membuat anak muda yang tergabung di Blaster menyalurkan hobi dan bakat di sirkuit. Dimana Blaster mempunyai banyak pembalap dan selalu mengikuti turnamen motocros, dan pulang-pulang membawa gelar juara. Tidak jarang juara umum bisa diraih karena memenangkan semua kelas di ajang lomba. Blaster mempunyai pembalap andalan Dike Amir, yang merupakan pendiri dan sekaligus tokoh sentral di Blaster.
Kenapa dinamakan Blaster? Saya tidak punya referensi yang pas, tapi suatu saat akan saya tanyakan langsung ke Dike Amir, karena saya rasa ia yang tahu banyak. Tapi kalau dicermati arti kata blaster itu adalah campuran. Bisa jadi saat itu, banyak di antara anggota Blaster yang rambutnya di cat pirang, seperti orang barat (bule), sehingganya mirip orang blasteran –dari hasil perkawinan campuran yang berbeda (negara). Tapi bisa jadi ada arti lainnya.
Sebenarnya ada juga bermunculan klub-klub motor lainnya saat itu, sebutlah Mabrink, Paregre, Kendal dan lain sebagainya. Tapi Blaster tumbuh menjadi kekuatan utama klub motor di Kota Padang yang “ditakuti” lawan. Namanya juga anak muda yang lagi puber, Blaster pun tidak lepas dari yang namanya “kenakalan remaja”, seperti balap di jalanan, dan perangai nyeleneh lainnya.
Beranjak dari SMP, tokoh-tokoh sentral Blaster banyak yang sekolah di SMA 2 Padang, termasuk Dike Amir. Di sinilah saya, mengetahui sedikit banyaknya kiprah Blaster, sebab Dike itu satu tahun di atas saya yang kebetulan bersekolah juga di SMA 2 Padang. Saya angkatan 88 di SMA 2 Padang dan diam-diam menjadi simpatisan Blaster, saat itu.
Kalau untuk prestasi di ajang lomba balap motor, Blaster banyak meraih juara. Di tahun 80-an itu, lomba-lomba balap motor, khususnya motocros sangat semarak. Kalau di Padang arenanya di Tunggul Hitam di belakang landasan Bandara Tabing, kemudian di daerah lainnya di Sumbar, seperti Bukik Ambacang di Bukittinggi, Bukik Gombak di Batusangkar dan bahkan lomba pun sampai ke Riau, seperti Rengat, Teluk Kuantan dan lainnya.
Setelah 37 tahun berlalu, Blaster tidak pernah mati, never die. Walaupun di antara pendiri, pengurus dan anggotanya ada yang sudah berpulang ke rahmatullah, tapi sampai saat ini Blaster tetap eksis sebagai klub motor yang disegani di Kota Padang. Di samping itu, banyak dari mereka sekarang yang sudah berhasil, seperti Ketua Umum Firman “Andi Kamba” Hendri dan Ketua Harian Sania “An Karpul” Putra.
Sebagai klub motor yang sudah 37 tahun eksis di Kota Padang, sebenarnya tanggung jawab Blaster yang sarat pengalaman di dunia otomotif itu sangatlah besar. Bagaimana Blaster bisa melakukan regenerasi dan membina anak-anak muda pecinta motor di Kota Padang khususnya, dan Sumbar umumnya, yang biasanya mereka kongkow-kongkow saja, tetapi ke depan bisa mencetak prestasi, dan berbuat yang terbaik untuk daerah.
Di samping program-program sosial kemasyarakatan, dan ikut melaksanakan lomba balap (turnamen), Blaster bersama stakeholder lainnya –termasuk IMI dan pemerintah daerah– diharapkan bisa mendorong dibuatnya sirkuit permanen bagi pecinta balap di Padang / Sumbar untuk mengasah bakat dan kemampuannya.
Penulis : ISA KURNIAWAN /
Simpatisan