
Oleh: Muhammad Najmi
(Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat)
KONSEP “Saintifik Empire” adalah gagasan strategis yang menekankan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan melalui jaringan kolaborasi global yang terintegrasi. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Omar Yaghi, seorang ilmuwan dari University of California (UC) Berkeley.
Yaghi menegaskan bahwa di era modern, pengembangan ilmu pengetahuan tidak bisa lagi dilakukan secara terisolasi. Melalui Saintifik Empire, berbagai institusi dan ilmuwan dari seluruh dunia dapat saling terhubung, berbagi sumber daya, serta bekerja sama menyelesaikan tantangan global. Pendekatan ini memungkinkan pertukaran ide dan hasil riset secara lebih luas dan efektif, menciptakan inovasi yang berdampak besar bagi kemanusiaan.
Salah satu contoh sukses dari konsep ini adalah kolaborasi global dalam pengembangan vaksin COVID-19. Dalam waktu singkat, ilmuwan dari berbagai negara bekerja bersama, memanfaatkan fasilitas penelitian terbaik, dan mempercepat proses penemuan vaksin yang menyelamatkan jutaan nyawa.
Kolaborasi serupa juga terlihat dalam Human Genome Project, di mana kerja sama internasional memungkinkan pemetaan lengkap genom manusia, membuka jalan bagi kemajuan medis dan bioteknologi. Model semacam ini membuktikan bahwa melalui kolaborasi lintas institusi dan negara, tantangan besar dapat diatasi dengan lebih cepat dan efektif.
Di Indonesia, konsep Saintifik Empire menjadi sangat relevan dalam menjawab tantangan dunia riset, seperti keterbatasan fasilitas, minimnya pendanaan, dan rendahnya kolaborasi antar lembaga. Dalam konteks ini, Prof Brian, Menteri Pendidikan, Teknologi, dan Sains Terapan RI (Mendiktisaintek RI), mengusulkan inisiatif Muhammadiyah Saintifik Empire sebagai upaya mengintegrasikan potensi besar yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA).
Dengan lebih dari 170 PTMA yang tersebar di seluruh Indonesia, Muhammadiyah memiliki kapasitas luar biasa untuk membangun ekosistem riset yang terintegrasi dan produktif.
Prof Brian mengapresiasi kapasitas intelektual dosen-dosen di lingkungan PTMA yang dinilainya sangat potensial, meskipun ia juga menyadari adanya hambatan berupa keterbatasan infrastruktur dan fasilitas riset. Melalui Muhammadiyah Saintifik Empire, diharapkan tercipta jejaring kolaborasi antar-PTMA dan pihak eksternal yang mampu mengatasi hambatan tersebut dan mendorong lahirnya riset berkualitas tinggi.
Dengan membangun sistem berbagi sumber daya, PTMA dapat saling melengkapi keunggulan masing-masing. Misalnya, perguruan tinggi di daerah dengan keterbatasan laboratorium dapat bermitra dengan universitas Muhammadiyah di kota besar yang memiliki fasilitas lebih lengkap.
Contoh nyata keberhasilan kolaborasi riset di Indonesia terlihat dalam pengembangan Vent-I—ventilator portabel yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan berbagai pihak selama masa pandemi COVID-19.
Proyek ini menunjukkan bahwa sinergi lintas institusi dapat menghasilkan solusi konkret bagi kebutuhan masyarakat. Jika model kolaborasi ini diterapkan di lingkungan PTMA melalui Muhammadiyah Saintifik Empire, maka potensi menghasilkan inovasi di berbagai bidang, seperti teknologi kesehatan, energi terbarukan, dan ekonomi berbasis komunitas, akan semakin besar.
Lebih dari sekadar membangun kekuatan riset, Muhammadiyah Saintifik Empire membawa misi untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam Berkemajuan dalam ilmu pengetahuan.
Dengan pendekatan ini, Muhammadiyah tidak hanya mendorong pengembangan teknologi yang canggih, tetapi juga memastikan bahwa inovasi yang dihasilkan berlandaskan prinsip etika Islam yang menekankan keadilan dan kesejahteraan sosial. Salah satu contoh konkret dari pendekatan ini adalah pengembangan bank mikro syariah yang berorientasi pada pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.
Jika inisiatif ini dikembangkan lebih lanjut melalui jaringan Muhammadiyah Saintifik Empire, Muhammadiyah bisa menjadi pelopor dalam riset keuangan syariah digital yang adil, inklusif, dan berdampak langsung bagi kesejahteraan umat.
Untuk mewujudkan Muhammadiyah Saintifik Empire, ada beberapa langkah strategis yang dapat diambil. Pertama, membangun platform digital kolaborasi riset yang memungkinkan pertukaran data, hasil penelitian, dan akses fasilitas di seluruh PTMA. Platform ini akan menjadi pusat informasi dan koordinasi bagi proyek-proyek riset strategis.
Kedua, membentuk Konsorsium Riset Muhammadiyah, yang berfungsi sebagai wadah bagi para dosen dan peneliti untuk bekerja sama mengembangkan solusi di bidang-bidang krusial seperti kesehatan, energi, dan pendidikan.
Ketiga, mengembangkan program pengembangan talenta riset melalui beasiswa dan pelatihan intensif, memastikan munculnya generasi peneliti Muhammadiyah yang kompeten dan siap bersaing di tingkat global.
Keempat, memperluas jejaring internasional melalui kemitraan dengan universitas dan lembaga riset global, yang tidak hanya membuka akses terhadap teknologi mutakhir tetapi juga memperkuat posisi Muhammadiyah di panggung ilmu pengetahuan dunia.
Jika langkah-langkah tersebut diimplementasikan secara konsisten, Muhammadiyah Saintifik Empire berpotensi menjadi kekuatan utama dalam memajukan ilmu pengetahuan di Indonesia. Konsep ini bukan sekadar ambisi ilmiah, melainkan sebuah strategi untuk membangun kemandirian ilmiah berbasis nilai Islam Berkemajuan.
Dengan kolaborasi yang kuat, pemanfaatan teknologi modern, dan pengintegrasian nilai-nilai etis, Muhammadiyah dapat menciptakan ekosistem riset yang menghasilkan inovasi nyata dan berdampak luas bagi masyarakat.
Dalam jangka panjang, Muhammadiyah Saintifik Empire tidak hanya akan menguatkan ekosistem riset nasional tetapi juga menjadi model bagi gerakan ilmiah global yang berorientasi pada keadilan, kemanusiaan, dan keberlanjutan. Dengan memanfaatkan potensi besar di lingkungan PTMA dan membangun jaringan riset yang kuat, Muhammadiyah memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor perubahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, membawa manfaat bagi bangsa dan umat manusia secara luas. *)