
Oleh: Irdam Imran
(Pengamat Sosial dan Politik)
PENUNJUKAN Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menko Polhukam ad interim bukan sekadar pergantian teknis akibat reshuffle, tetapi sinyal politik yang tegas dari Presiden Prabowo Subianto: Indonesia harus kembali ke supremasi konstitusi.
Pasca gejolak demonstrasi dan manuver politik di Senayan, Prabowo menyadari bahwa stabilitas negara tidak bisa lagi digantungkan pada kompromi elitis atau hutang budi elektoral. Konstitusi harus kembali menjadi panglima.
Dalam konteks inilah Sjafrie hadir sebagai figur tepat. Dengan latar belakang militer yang matang sekaligus pengalaman koordinasi di lingkup sipil, Sjafrie memiliki kapasitas untuk:
Menata ulang hubungan sipil–militer agar berjalan sehat dalam kerangka konstitusi, bukan dominasi.
Mengembalikan marwah Kemenko Polhukam sebagai penjaga koordinasi politik, hukum, dan keamanan berbasis aturan dasar negara.
Menjadi jembatan kepercayaan antara institusi pertahanan dan sipil, sekaligus memastikan tidak ada ruang bagi manipulasi kepentingan sempit.
Prabowo seolah ingin menegaskan bahwa era politik relawan, patronase finansial, dan politik transaksional sudah selesai. Saatnya negara berdiri tegak atas dasar konstitusi, dengan sipil dan militer berjalan beriringan secara proporsional.
Jika langkah ini konsisten, maka pemerintahan Prabowo berpeluang menorehkan legacy besar: menguatkan demokrasi, memperkuat kedaulatan rakyat, dan meneguhkan relasi sipil–militer yang sehat secara konstitusional. *)