
PADANG, forumsumbar ––Adanya spanduk raksasa yang berisi protes seniman terhadap mangkraknya pembangunan Gedung Kebudayaan Sumbar di Jl Samudera Padang, mendapat tanggapan dari Dr Hermawan, budayawan dan penyair Indonesia.
Spanduk raksasa yang dipasang di bengkalai Gedung Kebudayaan Sumbar itu berbunyi; “Bilolah Ka Salasainyo Gedung Kebudayaan Ko?”.
Menurut Hermawan, pemasangan spanduk itu merupakan sindiran kepada Pemerintah Provinsi Sumbar dan sekaligus bernuasa kritikan yang ia nilai Pemprov Sumbar tidak punya visi pemajuan kebudayaan.
“Terbengkalainya pembangunan Gedung Kebudayaan bertahun-tahun lamanya merupakan indikator kuat, sebagai pembenaran bahwasanya Pemprov Sumbar memang tidak punya visi untuk pemajuan kebudayaan,” ujar Hermawan, Jumat (2/5/2025).
Disebutkan Hermawan, bukannya membangun, malah terkesan menghancurkan. Mengapa tidak? Teater Tertutup dan Teater Utama Taman Budaya, Ruang Chairil Anwar, Laga-laga dan lainnya di Taman Budaya Sumbar diratakan dengan tanah, tapi Pemprov Sumbar enggan menggantinya.
“Padahal semua fasilitas budaya itu masih sangat layak digunakan. Ini secara sistemik melumat kebudayaan, by design,” tambah Hermawan, yang juga seorang akademisi ini.
Hermawan mendesak agar Pemprov Sumbar merespons dinamika yang terjadi dan tidak membangun citra diri terhadap keterbengkalaian gedung itu.

Lanjutnya, kedatangan Wakil Gubernur Sumbar Vasko Ruseimy yang dikesankan “inspeksi mendadak (sidak)” beberapa waktu lalu ke Taman Budaya juga tak jelas ujung pangkalnya.
“Lalu setelah sidak itu, ia menjadwalkan pertemuan lagi di lokasi yang sama pada 25 April 2025, malah Wagub Vasco yang tidak datang. Ini jelas terkesan bagarah-garah saja. Makin yakin saya, komitmen pemerintah terhadap pembangunan fasilitas kebudayaan di Sumbar icak-icak saja,” tegas Hermawan.
Pembangunan Gedung Kebudayaan Sumbar memang diharapkan menjadi pusat kegiatan seni dan budaya, kini terbengkalai.
Proyek ini, yang dimulai dengan anggaran besar, mengalami berbagai kendala hingga akhirnya mangkrak.

Gedung Kebudayaan ini dirancang untuk memiliki berbagai fasilitas seperti ruang pameran, auditorium, ruang latihan tari, workshop drama, dan lainnya.
Proyek ini dibagi menjadi beberapa zona, dengan Zona A telah rampung menggunakan anggaran sekitar Rp57 miliar dari APBD Sumbar antara tahun 2015 hingga 2017.
Pembangunan Zona B, yang mencakup gedung utama pertunjukan teater, dimulai pada 2018 dengan anggaran mencapai Rp25 miliar, dan dilanjutkan pada 2019 dengan Rp32 miliar. Namun, proyek ini mengalami hambatan serius.
Pada tahun 2021, proyek dengan nilai kontrak Rp31 miliar hanya terealisasi secara fisik sebesar 10,63% dan keuangan sebesar Rp8,6 miliar. Akibatnya, kontrak dengan kontraktor diputus, dan pembangunan dihentikan.
Mangkraknya proyek ini memicu kekecewaan di kalangan seniman dan masyarakat. Kekecewaan makin memuncak ketika Pemprov Sumbar berencana mendirikan hotel berbintang di kawasan tersebut.
(Rel/Naih)