
Oleh: Edo Tri Maulana
KEMATIAN merupakan sesuatu peristiwa keluarnya ruh dari jasad manusia. Tentang kematian ada pada surat Luqman ayat 34 yang artinya “sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari kiamat dan dia menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan dikerjakannya besok dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi manakah dia akan mati sungguh Allah Maha Mengetahui Maha mengenal”.
Kandungan dalam surat ini adalah menjelaskan kepada kita bahwa hanya Allah lah yang mengetahui segala sesuatu yang akan kita kerjakan di hari esok dan di masa yang akan datang dan hanya Allah lah yang mengetahui kapan kita akan mengalami kematian karena sesungguhnya di dalam rahim seorang ibu kita sudah ditetapkan oleh Allah kapan kita mati dan Allah telah mengaturnya dengan baik berikutnya sampai pada ajalnya. Maka Allah tidak akan menunda untuk mencabut nyawanya dan Allah itu Maha Teliti tentang apa yang kita kerjakan selama di dunia ini.
Jadi karena kematian itu tidak dapat kita hindari sebaiknya kita senantiasa berbuat baik dan menjauhi segala larangan Allah.
Minangkabau dikenal dengan tradisi yang sangat kental, mulai dari kelahiram sampai kematian ada upacara adat yang digelar. Kelahiran digelar ritual yang namanya turun mandi. Pada turun mandi digelar anak berusia umur kelipatan 7 hari. Biasanya sering digelar saat anak berusia 28 hari biasanya sekaligus digelar akikah.
Sama halnya dengan kematian pada saat suasana duka pun ada tradisi ritual adatnya. Ritual kematian di Minangkabau berbeda-beda setiap daerahnya; “Lain padang lain ilalang, lain lubuak lain ikannyo”.
Perbedaan ini membuat banyaknya pemahaman atau pemikiran orang-orang tentang ritual kematian. Pada artikel ini saya ingin membahas tradisi kematian yang ada di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman.
Upacara kematian masyarakat Minangkabau merupakan sebuah upacara pasambahan terakhir yang dilakukan dalam adat Minangkabau kepada sanak saudara yang lebih dahulu meninggalkan kita di dunia ini.
Tradisi kematian dimulai saat jenazah masih ada di rumah duka. Jenazah dimandikan sebanyak 2 kali yaitu mandi quba dan mandi bersih. Biasanya mandi quba dilakukan lebih awal oleh keluarga jenazah saja bertujuan untuk membersihkan anggota tubuh jenazah. Setelah beberaja jam barulah jenazah mandi bersih. Mandi bersih ini barulah dimandikan oleh labai.
Labai merupakan sebutan untuk orang yang lebih mengerti tentang seluk-seluk agama. Labai merupakan gelar adat yang ada di Pariaman. Peranan labai sangat banyak saat tradisi kematian di Pariaman.
Setelah jenazah dimandikan, dikafankan, dishalatkan oleh labai baru dibawa ke pemakaman. Sebelum dibawa ke pemakaman biasanya ada pasambahan adat yang dilakukan di halaman rumah sebelum berangkat ke pemakaman. Pasambahan adat biasanya dilakukan oleh datuak kaum jenazah tersebut bersama labai, dan pihak keluarga.
Pasambahan ini bertujuan sebagai jembatan untuk menjalin erat tali silaturahmi keluarga dengan masyarakat serta kaum nya. Di dalam pasambahan ahli waris juga berbicara menyampaikan perminta-maafan jenazah oleh pihak keluarga kepada masyarakat banyak, serta untuk menyelesaikan urusan dunia seperti utang piutang.
Setelah selesai pasambahan barulah jenazah dibawa ke pemakaman untuk dimakamkan. Biasanya di daerah Pariaman jenazah dikuburkan di pemakaman kaum. Setiap kaum pasti memiliki pemakaman khusus yang isinya cuman orang kaum tersebut. Misal seperti orang Koto tentu jenazahnya dikuburkan pula di pemakaman orang Koto. Begitu juga suku lain.
Di upacara pemakaman labai juga memiliki peran utama juga. Jenazah dikuburkan seperti halnya pemakaman biasa, setelah selesai baru dilanjutkan oleh labai. Suatu tradisi yang masih dilakukan oleh labai sampai sekarang yaitu “manalakin”.
Manalakin ialah suatu upacara seperti mandoa pada umumnya tetapi hanya dilakukan sendiri oleh labai tanpa ada satupun keluarga jenazah yang ikut tinggal di pemakaman.
Setelah selesai pemakaman, adanya pengajian sampai tujuh hari tujuh malam berturut-turut. Pengajian ini dilakukan oleh beberapa labai yang merupakan tradisi wajib jika ada kematian. Tepat pada hari ke tiga setelah pemakaman ada namanya tradisi “manigo hari”.
Manigo hari ialah suatu rangkaian upacara kematian yang ada sejak dulu dan masih dilestarikan sampai sekarang. Manigo hari dilakukan oleh labai sambil mandoa di rumah duka dan dihidangkan jamba. Setelah manigo hari ada namanya tradisi “manujuah hari”. Tradisi ini tepat dilakukan pada saat hari ke tujuh setelah jenazah dimakamkan.
Pada manujuah hari ini biasanya masyarakat berdatangan ke rumah untuk pergi maantaan bareh. Biasanya masyarakat yang datang ini dia berhalangan datang ketika saat jezanah masih di rumah duka sebab itu mereka datang pada saat manujuah hari.
Pada manujuah hari ini biasanya keluarga jenazah sibuk memasak untuk menyambut tamu dan untuk mandoa labai pada hari tersebut. Setelah selesai mandoa oleh labai pada malam hari keesok paginya ada tradisi namanya “manikam batu”.
Manikam batu ialah memasangkan batu di kuburan jenazah sebagai tanda bahwa sudah tujuh hari dimakamkan. Tradisi ini masih dilakukan oleh labai bersama pihak keluarga pada saat masih subuh setelah shalat Subuh sebelum matahari keluar.
Kembali manalakin dilakukan oleh labai pada pagi hari itu setelah batu dipasangkan di kuburan. Setelah selesai manalakin labai mandoa di rumah duka sebagai tanda telah selesainya dipasangkan batu di kuburan.
Tidak berhenti sampai manujuah hari saja, masih banyak tradisi yang dilakukan dalam upacara adat kematian. Pada hari ke 14 ada namanya “manduo kali tujuah”. Sama halnya dengan manujuah hari, manduo kali tujuah juga merupakan tradisi mandoa oleh labai dan dihidangkan jamba.
Kemudian ada namanya “ma-ampek puluh hari”. Tradisi ini dilakukan pada hari ke 40. Tradisi ini sama dengan tradisi hari ke 14. Yang terakhir ialah “maratuih hari”. Tradisi ini dilakukan pada hari ke 100 setelah meninggal. Biasanya pada tradisi ini dilakukan namanya malamang. Lamang untuk dibawa labai pulang setelah mandoa selesai.
Tidak tanggung-tanggung, tradisi 100 hari ini cukup memakan biaya yang lumayan besar. Itulah peran labai dalam tradisi kematian di Pariaman dan Padang Pariaman. Mulai dari awal upacara sampai hari ke 100 labai sangat berperan penting. *)
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas (Unand)
