
Oleh: Irdam Imran
(Pengamat Sosial dan Politik)
KETIKA seorang driver ojek online menjadi korban kekerasan aparat dalam unjuk rasa, gelombang protes memang mencuat. Namun, tak bisa dipungkiri, posisinya secara sosial berbeda dengan mahasiswa. Driver ojol adalah simbol rakyat kecil yang setiap hari berjuang mempertahankan hidup, menggerakkan denyut digital sebagai tulang punggung ekonomi baru. Mereka hadir di jalan bukan untuk idealisme politik, melainkan karena perut yang lapar, tarif yang rendah, dan biaya hidup yang kian mencekik. Maka, ketika jaringan digital diputus, denyut itu pun meredup, dan gelombang unjuk rasa ikut melemah.
Akan sangat berbeda jika mahasiswa yang menjadi korban. Mahasiswa memiliki legitimasi kultural, tradisi organisasi, dan daya konsolidasi yang kuat. Mereka terbiasa dengan sejarah panjang perlawanan sejak 1966, 1974, hingga 1998. Jika korban kekerasan aparat adalah mahasiswa, gelombang unjuk rasa bisa lebih terstruktur, terorganisir, dan berpotensi menjadi arus besar perubahan.
Namun, di balik perbedaan itu, substansinya tetap sama: rakyat telah muak. Harga listrik, air, pajak, dan sembako naik tiada henti. Anggota DPR lebih sibuk foya-foya ketimbang menyerap aspirasi. Korupsi merajalela, hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Utang negara menggunung, sementara banyak menteri tak becus mengurus bangsa. Dan di atas semua itu, presiden masih sibuk “cawe-cawe” untuk melanggengkan dinasti.
Maka demo rakyat, baik yang digerakkan oleh driver ojol maupun mahasiswa, pada hakikatnya bukan sekadar amarah sosial. Ia adalah doa yang bergerak, jeritan hati yang menuntut keadilan, seruan nurani yang menolak kebatilan. Dalam perspektif sufi, unjuk rasa adalah zikir kolektif rakyat tertindas—sebuah ikhtiar lahiriah untuk menyuarakan kebenaran, sembari menjaga kesucian hati agar tidak hanyut dalam dendam.
Rakyat memang bisa dibungkam dengan pembatasan jaringan digital, tetapi doa dan nurani tak bisa diputus oleh kabel atau sinyal. Seperti air yang mencari jalan, suara kebenaran akan menemukan celahnya. Dan pada saat itulah, baik ojol maupun mahasiswa, rakyat akan bersatu dalam gelombang perubahan yang tak bisa lagi dibendung. *)