
Oleh: Isa Kurniawan
(Koordinator Kapas / Komunitas Pemerhati Sumbar)
SEMENJAK dulu, Sumbar terkenal dengan gudangnya para seniman. Banyak seniman-seniman besar yang berasal dari Sumbar dengan karya-karya mereka yang fenomenal dan melegenda.
Beragam seni dilakoni, seperti seni teater, tari, lukis, patung, dan lainnya.
Khusus untuk seni patung, Sumbar memiliki seorang seniman besar yang menjadi pionir seni patung abstrak di Indonesia, yakni Arby Samah.
Pionir Pematung Abstrak Indonesia
Arby Samah, dengan nama lengkapnya H Arby Samah Datuak Majo Indo merupakan seorang seniman Indonesia yang berprofesi sebagai pematung yang beraliran abstrak, dan tercatat sebagai maestro pematung abstrak Indonesia pertama, kelahiran Pandai Sikek Kabupaten Tanah Datar, 1 April 1930 (pada data PNS tertulis tahun 1933), dari pasangan Abu Samah dan Siti Jalilah
Antara tahun 1948-1950, pada masa Agresi Militer Belanda II, Arby Samah ikut berjuang angkat senjata dengan menjadi tentara pelajar yang tergabung dalam divisi INS Kayutanam. Setelah itu ia bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Solok Selatan.
Kemudian, Arby Samah yang menikah dengan Murtina dan memiliki 5 orang anak perempuan ini, sempat mengenyam pendidikan di Institut Nasional Syafei (INS) Kayutanam, sebelum kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta (ASRI Yogyakarta) pada tahun 1953.
Saat menempuh pendidikan di Yogyakarta, Arby Samah pernah belajar melukis dan sketsa dengan Hendra Gunawan. Karyanya mendapat pujian oleh Hendra, Sudarso, Widayat, dan Trubus. Ke-empatnya merupakan tokoh-tokoh seni Indonesia.
Setamat ASRI Yogyakarta, ia bekerja menjadi pegawai pada museum AD di Yogyakarta pada tahun 1960. Lalu pindah ke Direktorat Kebudayaan di Jakarta. Enam tahun di Jakarta, Arby Samah ke Padang dan menjabat sebagai Kepala Bidang Kesenian di Kanwil Depdikbud Sumatera Barat tahun 1971-1989. Selanjutnya menjadi Kepala SMSR Padang tahun 1989-1993.
Karya dan Pameran
Sepanjang karier dan perjalanannya sebagai seniman patung, Arby Samah telah melahirkan 250 karya patung dan lukisan. Karya patung abstraknya yang fenomenal dalam seni perpatungan berjudul “Sujud” berbahan kayu pada tahun 1960. Dua tahun jelang pensiun, ia juga menciptakan karya patung yang berbahan kayu berjudul “Ibu” pada tahun 1991.
Selain patung, ia juga banyak menghasilkan karya momumen-monumen sejarah yang dalam bentuk realis, antara lain “Monumen Bagindo Aziz Chan”, di kawasan Taman Melati Kota Padang pada tahun 1975. Pada tahun yang sama, Arby Samah membuat monumen “Pejuang Revolusi” di Sungai Buluh, Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman
Kemudian patung; “Gadis Desa”, “Ibu dan Anak”, “Gadis Kota”, “Gadis dan Anak”, “Sejoli”, “Wanita Kupang”, “Gadis di Bukit Karang”, “Tetesan Bunda”, “Dua Gadis”, “Mulanya Terjadi”, dan banyak lainnya.
Adapun patung karya-karya Arby Samah sudah dipamerkan pada; Pameran di Balai Budaya Jakarta (1975), Pameran Seni Patung Indonesia di Balai Seni Rupa Jakarta (1981), Pameran Kompetitif Trinnale di TIM Jakarta (1986), dan Pameran pada Oets Fine Arts Gallery (1990).
Pameran pada Festival Istiqlal Jakarta (1991), Pameran seni rupa bernafaskan Islam pada MTQ Nasional di Pekanbaru (1994), Exhibition of Abstraction pada Duta Fine Arts Foundation, Jakarta (1998), dan Pameran Dua Generasi di Taman Budaya Provinsi Sumatera Barat (1999).
Tahun 2001, Arby Samah tiga kali berpameran, yakni di Galeri Lontar, Jakarta, pada 11-31 Agustus, di Kemang, Jakarta, 6-30 September, dan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 20 November-4 Desember. Dan di tahun 2002, menggelar pameran tunggal di Duta Fine Art Foundation.
Dalam sejarah seni rupa di Indonesia, mungkin hanya seniman Arby Samah yang berpameran dikunjungi dua Presiden Republik Indonesia, yakni Soekarno dan Soeharto. Kendati kedua orang nomor satu di Indonesia itu kurang tertarik dengan karya-karya Arby Samah. “Puji-pujian itu hanya untuk Tuhan,” kata Arby Samah suatu ketika dalam sebuah wawancara.
Konsisten di Jalur Abstrak
Menurut Arby Samah saat diwawancara wartawan Kompas Yurnaldi pada tahun 2001, kenapa ia memilih jalur dengan gaya abstrak, karena ia mempunyai keyakinan bahwa seorang seniman itu harus mempunyai imajinasi dan daya visualisasi yang kuat. Kemudian dipadukan dengan hati nurani dan pikiran sehingga melahirkan karya yang sarat makna dalam berbagai dimensi.
Ketika semua rekan Arby Samah asyik dalam suasana seni realisme, justru ia memulai dengan sesuatu yang “baru”, dengan gaya abstrak, yang mengandung risiko tidak disenangi orang, karena agak sulit dimengerti, sulit dijual dan sebagainya. Namun tekad Arby sudah bulat.
Ke sininya, sambutan publik sudah agak berubah. Cita rasa masyarakat terhadap gaya patung-patung Arby Samah sudah jauh bergerak ke depan meninggalkan konvensi-konvensi yang sudah mapan.
“Jika dulu patung-patung saya dianggap menara seni patung modern Indonesia, sekarang menara itu tidak terlalu tinggi lagi, karena ada menara-menara baru yang dibangun orang lain. Satu hal yang menggembirakan, seniman patung yang dulunya berseberangan dengan saya karena beraliran sosialis-realisme, kini sudah cenderung pula bergaya abstrak,” tambah Arby Samah, saat itu.
Seiring berjalannya waktu, karya-karya patung Arby Samah menjadi incaran dan banyak dikoleksi oleh berbagai instansi, museum, maupun perseorangan. Bahkan, Bung Karno yang pada mulanya terus terang menyatakan tak suka patung abstrak, diam-diam mengoleksi salah satu patung karyanya.
Seniman dan budayawan Wisran Hadi menyampaikan, kekuatan seni patung Arby Samah bukan terletak pada konsepsi keindahan yang serba tematis, halus sampai mendetail. Akan tetapi, pada gagasan, ide, ekspresi, pengolahan bentuk-bentuk, atau keliaran-keliaran garis pada pahatnya.
Penghargaan
Pada tahun 2005, Dewan Kesenian Sumatera Barat menganugerahi Arby Samah sebagai Maestro Patung Abstrak Indonesia.
Dan, pada 1 Oktober 2022, Arby Samah menerima Anugerah Kebudayaan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat atas kontribusinya terhadap pemajuan seni dan kebudayaan yang diserahkan kepada ahli waris bertepatan dengan perayaan Hari Jadi ke-77 Provinsi Sumatera Barat pada 1 Oktober 2022.
Arby Samah meninggal dunia pada Rabu 6 September 2017 dalam usia 84 tahun di Kota Padang dan dikebumikan di pandam pekuburan masyarakat Tanah Datar di Kelurahan Banuaran Nan XX (Banuaran), Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang.
Pada bulan Juni 2025 ini, rencananya akan digelar “Peringatan 95 Tahun Arby Samah” dengan berbagai kegiatan, termasuk mengadakan pameran patung.
(Dari berbagai sumber)
