Oleh: Nada Luthfiyah
(Mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fisip Unand)
SUMATERA BARAT dikejutkan dengan adanya bencana banjir lahar dingin akibat erupsi Gunung Marapi yang melanda beberapa daerah di Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, dan Kota Padang Panjang.
Banjir lahar dingin ini juga telah merenggut nyawa dan merusak sejumlah infrastruktur yang dimiliki masyarakat.
Sebelum banjir lahar dingin ini melanda, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), adanya aktivitas vulkanik di sekitar Gunung Marapi yang meningkat signifikan.
Selain itu, curah hujan yang tinggi ikut mempengaruhi daerah tersebut yang mana ikut dalam menimbulkan kekhawatiran terhadap kestabilan lereng Gunung Marapi.
Akibat curah hujan yang cukup tinggi dan bercampur dengan material vulkanik yang telah mengendap dari Gunung Marapi maka menghasilkan lahar dingin. Selanjutnya, lahar dingin ini bergerak dengan cepat mengalir turun dari lereng Gunung Marapi menuju ke hilir dan juga diikuti dengan material batu besar dari Gunung Marapi.
Hal ini berdampak kepada masyarakat yang berada sepanjang aliran Batang Anai yaitu kerusakan infrastruktur, kehilangan infrastruktur, kehilangan nyawa dan jalan yang putus akibat banjir lahar dingin.
Kita turut prihatin dengan apa yang terjadi pada masyarakat yang terkena bencana tersebut. Salah satu cara kita untuk turut prihatin dengan ikut memberikan bantuan dana dan pemerintah pun segera turun membantu korban bencana ini.
Dimana pemerintah turun langsung mengunjungi kawasan yang terdampak bencana dan juga tidak lupa dengan Presiden Indonesia yakni Joko Widodo yang juga turun langsung ke daerah tersebut sambil melakukan donasi kepada masyarakat yang terkena bencana tersebut di pengungsian.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merupakan organisasi yang peduli terhadap isu lingkungan, dan Direktur Walhi Sumatera Barat, Wengki Purwanto mengungkapkan telah memperingati sejak setahun terakhir mengenai dampak bencana banjir bandang terhadap banyak bangunan di pinggir daerah aliran sungan (DAS) Batang Anai di Kawasan Lembah Anai.
Bencana ancaman akan meningkat bukan hanya karena perubahan iklim serta alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan tetapi juga termasuk karena pembangunan yang mengabaikan aspek risiko, terbukti salah satu restoran terkenal yaitu Xakapa dan Taman Wisata Alam Mega Mendung yang hanyut dibawa arus banjir bandang lahar dingin.
Pembangunan yang berada pada daerah DAS ini diduga tanpa adanya izin yang jelas karena Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar membantah izin pendirian pembangunan obyek Taman Wisata Alam Mega Mendung dan untuk Kafe Xakapa.
Menurut Kabid Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat, Harniwati mengatakan, kafe Xakapa dan dua bangunan di area itu tidak memiliki izin. Masyarakat malah berani membangun usahanya tanpa adanya izin dan tidak memikirkan bagaimana bahaya ke depannya jika pembangunan wisata tersebut terus dibangun.
Memang keindahan sungai Batang Anai menarik wisatawan untuk berkunjung tetapi masih banyak pengusaha sekitaran sungai Batang Anai yang tidak peduli dampak yang terjadi jika membangun usaha pada daerah aliran sungai tersebut, hal tersebut karena masyarakat yang juga kurang peduli mengenai isu lingkungan yang ada di sekitaran mereka.
Jadi dilihat dari permasalahan sebelumnya kurangnya kesadaran dari pemerintah dalam menanggapi isu lingkungan yang telah diperingatkan oleh LSM lokal. Pemerintah cenderung abai dan tidak mau tahu dengan telah dibangunnya tempat wisata tersebut.
Pemerintah juga tidak tegas dalam memberikan peringatan kepada pembangunan illegal, akhirnya pemerintah tidak perlu bekerja keras sebab Kafe dan tempat wisata tersebut telah terbongkar sendiri oleh arus banjir lahar dingin.
Masyarakat yang tidak peduli mengenai isu lingkungan menyebabkan kerugian kepada usahanya yang telah lama dibangun, Karena pemerintah yang tidak acuh terhadap isu lingkungan dan tidak memberikan umpan balik kepada LSM yang peduli terhadap lingkungan, hal ini berdampak kepada masyarakat yang juga tidak peduli mengenai isu lingkungan.
Kejadian banjir lahar dingin ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah. Kurangnya perhatian terhadap kelestarian lingkungan menjadi salah satu faktor utama penyebab bencana ini. Pembangunan tanpa izin, alih fungsi lahan dan eksploitasi sumber daya alam juga memperaparah kerusakan lingkungan.
Pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk melindungi lingkungan, seperti memperkuat penegakan hukum terhadap pelaku kerusakan hutan, mendorong reboisasi dan mengembangkan kebijakan yang berlanjut.
Kepedulian pemerintah terhadap isu lingkungan tidak hanya ketika saat bencana ini menjadi berita yang besar tetapi pemerintah perlu peduli dengan peringatan LSM yang peduli mengenai lingkungan dan kerjasama dengan LSM lokal yang peduli mengenai isu lingkungan untuk mengtasai permasalahan lingkungan yang ada sebagai bentuk dari mitigasai bencana.
Masyarakat pun tidak lari dari tanggung jawab sebab kurangnya kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan juga turut memberikan sumbangsih terhadap bencana ini.
Pembuangan sampah sembarangan, pencemaran sungai, pembangunan usaha berada pada daerah aliran sungai menjadi contoh nyata kelalaian masyarakat menjaga lingkungan.
Banjir lahar dingin yang terjadi di Sumbar adalah bukti nyata kealpaan pemerintah dan masyarakat dalam menjaga lingkungan bencana ini harus menjadi pelajaran berharga agar di masa depan kita dapat hidup berdampingan dengan alam dengan lebih harmonis dan berkelanjutan. *)