LIMAPULUH KOTA, forumsumbar —Andai Anda disematkan pertanyaaan, apa ciri khas Minangkabau? Pasti salah satu jawaban yang terpikir Rumah Gadang. Ya, Rumah Gadang merupakan identitas masyarakat Minang. Hampir di seluruh wilayah Sumbar Rumah Gadang dapat dijumpai, terutama daerah pedesaan.
Kemajuan pariwisata rupanya turut memengaruhi fungsi Rumah Gadang. Jika dahulu Rumah Gadang semata digunakan sebagai tempat tinggal, tempat musyawarah keluarga serta tempat mengadakan upacara. Sekarang bangunan ini juga bisa digunakan mencari profit dengan menjadikannya daerah kunjungan wisata.
Tak mau kalah dengan wisata sejenis yang lebih dulu booming, seperti Saribu Rumah Gadang Solok Selatan, atau Kampung Adat Sijunjung. Pemerintah Nagari Koto Tinggi Kabupaten Limapuluh Kota menyulap komplek rumah adat di kawasan Sei. Dadok menjadi daerah kunjungan wisata budaya. Kampuang Sarugo, demikian idiom diberikan untuk kawasan tersebut. Sarugo merupakan akronim saribu gonjong, yang dalam Bahasa Indonesia berarti seribu bubungan rumah berbentuk tanduk yang merupakan ciri khas rumah gadang.
Kampuang Sarugo menawarkan keeksotikan khas alam pedesaan. Terletak di dataran tinggi, dimana di bawahnya terlihat hamparan sawah serta dua sungai yang kemudian bertemu membentuk Batang Sinamar. Saban sore, sungai ini ramai dikunjungi anak-anak untuk berenang.
Sambutan ramah penduduk lokal terasa saat memasuki kawasan tersebut. Spanduk imbauan protokol kesehatan pun banyak terpampang pada setiap sudut Kampuang Sarugo.
Yazid, tokoh masyarakat setempat menyampaikan kepada Tim MMC Diskominfo Sumbar, Rabu (23/9), Kampuang Sarugo di-launching akhir Agustus 2019. Ada 29 rumah gadang dengan ukuran sekitar 5 x 16 meter. Gonjong tiap rumah ada 5, mencerminkan Rukun Islam.
“Ketika akhir minggu, libur panjang atau panen raya jeruk, Kampuang Sarugo ramai dikunjungi wisatawan. Dari yang sekedar menikmati agrowisata jeruk, bermain di sungai sampai bermalam. Meski belum semua Rumah Gadang dijadikan homestay, minat wisatawan cukup tinggi untuk menginap.
“Alhamdulillah pemerintah daerah sangat membantu masyarakat dalam mengelola kawasan ini. Berbagai pelatihan digelar Pemkab Limapuluh Kota untuk meningkatkan SDM masyarakat setempat,” tutur Yazid.
Layaknya daerah pedesaan, kekurangan utama di Koto Tinggi adalah jaringan komunikasi. Dari pantauan, internet yang bisa diakses hanya lewat perangkat wifi yang dimiliki beberapa orang saja. Tentu saja masalah tersebut menyebabkan sulitnya masyarakat Koto Tinggi mempromosikan potensi daerah keluar.
Padahal, Kampuang Sarugo sendiri masuk dalam Anugerah Pesona Indonesia (API) 2020 kategori Kampung Adat. Untung saja, Pemkab Limapuluh Kota melalui Dinas Komunikasi dan Informatika telah memfasilitasi pembuatan website dan media sosial Kampuang Sarugo guna lebih mengenalkan ke seluruh Indonesia.
“Kita juga mohon Kominfo provinsi turut memublikasikan Kampuang Sarugo agar dapat API 2020. Jika dapat penghargaan, otomatis gezah Kampuang Sarugo terangkat dan lebih dikenal orang,” pintanya.
(Rel/KominfoSB)