
Oleh: Fajri Frayoga
(Mahasiswa Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
ETNOMEDISIN adalah sebuah kajian yang berusaha untuk mengungkapkan pengetahuan mengenai pengobatan yang digunakan oleh sebuat etnik. Selain itu etnomedisin juga mengungkap berbagai cara yang etnik tersebut lakukan untuk menjaga kesehatannya.
Tulisan berikut ini akan membahas sebuah etnomedisin yang ada pada etnik Minangkabau.
Minangkabau terkenal dengan suku bangsa yang adat dan budaya masih terbilang kental terutama di daerah perdesaan. Tetapi yang dibahas di dalam artikel ini bukanlah adatnya melainkan pengobatan tradisional yang masih bertahan sampai sekarang ini.
Salah satunya di daerah Kabupaten Padang Pariaman, tepatnya di Nagari Tandikek, yang terletak di Kecamatan Patamuan dan di sini masih banyak pengobatan tradisional yang masih eksis di kalangan masyarakat.
Kekurangan klinik pengobatan mungkin bisa menjadi salah satu faktor masyarakat daerah ini masih mempercayai pengobatan tradisional yang sudah ada sejak dahulu.
Nama pengobatan tradisional yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah tataguan. Tataguan adalah pengobatan tradisional yang menggunakan kunyit atau bawang merah tunggal (tidak beranak) untuk mengobati penyakit ringan seperti demam dan panas tinggi yang dinamakan sakik tasapo.
Dipercayai penyakit ini disebabkan oleh gangguan makhluk tak kasat mata dikarenakan telah mengganggunya walau tanpa disengaja. Tidak semua orang bisa melakukan pengobatan tataguan ini.
Tataguan ini hanya bisa dilakukan beberapa orang di setiap kampung, karena dalam managuan ada sebuah mantra yang dibacakan pada kunyit atau bawang merah tersebut.
Tata cara dalam tataguan ini ada 5 tahap. Yang pertama adalah membelah kunyit menjadi 6 bagian atau 3 buah bawang merah tunggal (tidak beranak) dibelah dua sehingga menjadi 6 potong. Bawang merah digunakan sebagai pengganti jika memang benar-benar tidak ada kunyit.
Tahapan kedua adalah mengambil dua potong kunyit atau bawang dan menyatukannya lalu mendekatkannya ke mulut sambil membaca mantra yang dibaca pelan.
Tahapan ketiga setelah membacakan mantra pada kunyit atau bawang tersebut adalah manyambue, atau menyemburkan sedikit ludah kapada kunyit atau bawang tersebut sebanyak 3 kali semburan.
Tahapan keempat adalah memutarkan kunyit atau bawang tersebut ke arah depan lalu melambungkannya ke atas. Hanya kunyit atau bawang yang terlentang diambil sedangkan kunyit atau bawang yang telungkup dibuang.
Keempat tahapan ini diulangi sebanyak 3 kali karena sesuai jumlah kunyit yang dipotong tadi.
Tahapan terakhir,, atau kelima adalah mengambil semua kunyit yang terlentang dan membacakan mantra selanjutnya kepada kunyit atau bawang tersebut kemudian baru diberikan kepada orang meminta tataguan.
Cara memakai tataguan juga tidak sembarangan tetapi juga harus sesuai aturannya.

Berikut cara menggunakan tataguan; diawali dengan mengusapkan kunyit atau bawang ke kening. Pada telinga sebelah kanan lanjut ke telinga sebelah kiri. Pada pundak sebelah kanan lanjut ke pundak sebelah kiri. Pada siku sebelah kanan dan lanjut punggung tangan sebelah kanan.
Kemudian, pada siku sebelah kiri dan lanjut punggung tangan sebelah kiri. Pada lutut sebelah kanan lanjut punggung kaki sebelah kanan. Pada lutut sebelah kiri lanjut punggung kaki sebelah kiri.
Yang perlu diingat saat memakai tataguan ini mengusapkan kunyit atau bawang harus mengarah ke bawah. Jika mengusapkan ke atas dipercayai penyakitnya tidak akan sembuh, bahkan kalaupun sembuh nanti penyakitnya akan berbalik lagi.
Saat memakai tataguan ini kalau kunyit atau bawangnya terlepas dari tangan kita dan jatuh maka tidak boleh dilanjutkan memakainya. Meskipun kunyit atau bawangnya tersebut jatuh ke atas baju atau kain dan tidak menyentuh lantai maka tetap tidak diperbolehkan melanjutkan memakai tataguan itu dan dianjurkan untuk membuangnya.
Saat membuang tataguan ini perlu juga diucapkan kalimat “campak-an pinyakik (nama orang yang sakit) jauah-jauah (buang penyakit (..) jauh-jauh) dan kunyit atau bawang dibuang keluar dari pintu rumah.
Biasanya tataguan ini akan mulai terasa efeknya setelah beberapa jam pemakaian jika penyakitnya demam ringan. Tetapi kalau demamnya terlalu tinggi maka akan ditambah dengan obat lain seperti, air kelapa tua yang sudah tumbuh dan kemudian dicampur dengan telur ayam kampung. Hanya bagian kuning telurnya yang diambil kemudian dikocok seperti cara pembuatan teh talue (teh telur). Obat yang satu ini juga terkenal ampuh untuk mengatasi demam tinggi.
Tataguan ini tidak ada bedanya antara anak-anak dan orang dewasa. Jumlah kunyit atau bawang yang digunakan tetap sama dan cara pemakaiannya juga tetap sama.
Masyarakat Tandikek lebih memilih pengobatan tradional ini daripada obat dokter dikarenakan tataguan ini tidak memakan banyak biaya. Orang yang managuan tidak mematokkan harga untuk managuan orang. Ia menerima berapapun yang dikasih karena kepercayaannya memang tidak boleh dipatokkan. Bahkan ia akan memberikannya secara gratis kepada orang yang ia segani atau yang akrab dengannya.
Pada pemakaian tataguan ini juga lebih efektif dibandingkan obat dokter atau bidan. Karena tataguan hanya perlu diusapkan pada anggota tubuh dan tidak perlu diminum. Tataguan ini juga bisa diwakilkan pemakaiannya. Jika yang sakit jauh dari rumah sehingga tidak bisa pulang, maka tataguan ini dipakai oleh orang tua atau saudara dari orang yang sakit. Tetapi saat pemakaian tataguan harus diniatkan kepada orang yang sakit agar mendapat kesembuhan.
Alasan penulis sendiri menulis artikel ini, karena Almh. ibu penulis sendiri adalah orang yang bisa melakukan pengobatan tataguan ini. Sejak penulis kecil jika demam jarang dibawa ke bidan dan selalu diobati dengan tataguan ini. Penulis sendiri tidak sepenuhnya percaya dengan tataguan ini.
Penulis juga tidak meminta pembaca untuk mempercayai tataguan. Karena kita harus tetap yakin bahwa penyakit itu datangnya dari Allah dan disembuhkan juga oleh Allah. Tetapi tidak ada salahnya kita berikhtiar untuk kesembuhan. Karena pengobatan tradisional itu sudah lama berkembang dan mungkin benar kunyit atau bawang tersebut bisa menyembuhkan penyakit. *)