
Oleh: Syafri Nanda, SPt, MSi
(Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Andalas)
USAHA peternakan sapi merupakan usaha yang cukup menjanjikan sampai saat ini. Namun masih banyak kasus gangguan reproduksi yang ditemukan, salah satunya adalah kawin berulang atau repeat breeding.
Gangguan reproduksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya; Pertama, cacat anatomi pada saluran reproduksi. Kedua, gangguan fungsional pada organ reproduksi. Ketiga, kesalahan dalam manajemen. Dan, keempat, infeksi pada organ reproduksi.
Gangguan reproduksi mengakibatkan produktivitas ternak menjadi rendah. Rendahnya efisiensi reproduksi pada ternak sapi mengindikasikan terjadinya gangguan reproduksi yaitu kawin berulang.
Kawin berulang (repeat breeding) adalah suatu keadaan sapi betina yang mengalami kegagalan untuk bunting setelah dikawinkan tiga kali atau lebih dengan pejantan fertil atau diinseminasikan (IB) dengan semen pejantan fertil tanpa adanya abnormalitas yang teramati.
Panjangnya calving interval (18-24 bulan), rendahnya angka konsepsi (<40%), dan tingginya service per conception (>3) merupakan tanda ternak sapi yang mengalami kawin berulang. Sehingga menyebabkan pengulangan IB yang tidak efisien, lamanya proses mendapatkan keturunan, dan kerusakan organ reproduksi ternak.

Melihat kasus yang terjadi di lapangan, khususnya di peternakan rakyat, tim dosen Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Andalas yang diketuai oleh Syafri Nanda, SPt, MSi yang beranggotakan Prof Dr Ir Zaituni Udin, MSc; dan Yesi Chwenta Sari, SPt, MSi melakukan penyuluhan pada Kelompok Tani Cimpago, Nagari Bukik Sikumpa, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, terkait Gangguan Reproduksi “Kawin Berulang/Repeat Breeder” pada Sapi.
Banyak faktor yang menyebabkan kawin berulang, yaitu; faktor dari inseminator, peternak dan ternak. Faktor inseminator yaitu berupa kurangnya keterampilan inseminator, inseminasi yang tidak tepat atau semen yang digunakan kurang berkualitas.
Kemudian, faktor peternak misalnya kesalahan dalam manajemen pemeliharaan seperti manajemen pakan dan manajemen perkandangan yang mengakibatkan kegagalan fertilitas dan kematian embrio dini.

Di samping itu juga rendahnya pemahaman mengenai estrus, tidak akuratnya deteksi estrus sehingga menyebabkan keterlambatan pelaporan gejala birahi.
Diagnosa pada hewan betina yang menderita kawin berulang dapat dilakukan dengan cara: pemeriksaan klinis pada alat kelamin betina (pemeriksaan palpasi rektal, atau dengan alat endoskopi untuk mengamati servik, vagina, uterus atau organ reproduksi lainnya), pemeriksaan pada biopsi cairan uterus dan vagina, dan pemeriksaan hormon.
Kejadian kawin berulang harus segera diatasi karena sangat merugikan peternak. Peternak dapat mengantisipasi gangguan pada reproduksi dengan melakukan seleksi genetik, manajemen pakan yang baik, memahami diaknosa estrus/birahi dengan benar, memperhatikan nutrisi pakan yang diberikan ke ternak, menjaga kesehatan ternak, dan menjaga kebersihan kandang agar ternak terhindar dari penyakit dan gangguan reproduksi. *)